Berdasarkan buku Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia
karangan Sam Setyautama, pembuatan tahu Boen Keng dimulai tahun 1917 oleh
seorang imigran China bernama Ong Kino. Sumber lain mencatat, pembuatan tahu
ini dimulai tahun 1911 untuk konsumsi rumah tangga Ong Kino.
Awalnya, menurut buku tersebut, Ong Kino membuat tahu
sekadar untuk menyenangkan istri tercintanya. Tou Fu (dari bahasa Tionghoa,
Hokkian "tau hu", yang berarti sama) yang lambat laun menjadi berubah
nama menjadi "Tahu". Belakangan, tahu itu juga disukai teman-temannya.
Ong Kino pun memutuskan menjajakan tahu. Tahu ini kemudian menjadi cikal bakal
tahu sumedang yang kita kenal sekarang.
Suatu ketika, kemasyhuran makanan yang tergolong baru di
Sumedang sampai juga ke telinga Pangeran Soeriaatmadja. Dalam perjalanannya ke
Situraja, pangeran itu mampir ke Tegal Kalong, tempat Ong Kino memproduksi
tahu. Seusai mencicipi tahu itu, sang pangeran berkata, (Wah, ini) benar-benar
enak. Pasti makanan ini bakal laku (kalau dijual). Seperti mantra, kata-kata
sang pangeran benar-benar menjadi kenyataan. Tahu yang diolah keluarga Ong Kini
itu laku keras, bahkan menjadi ikon Sumedang hingga sekarang. Namun, tahu ini
baru menggunakan merek Boen Keng pada tahun 1960-an. Ketika itu, Ong Kino
kembali ke China dan usaha pembuatan tahu diteruskan anaknya, Boen Keng.
Dari tangan Boen Keng, usaha ini kemudian beralih kepada
salah seorang dari lima anaknya, yakni Ukim. Sejak tahun 1995 hingga sekarang,
usaha tersebut dipegang Suriadi, salah seorang dari tujuh anak Ukim. Jadi,
boleh dikata, Suriadi adalah generasi keempat pengelola tahu Boen Keng. Suriadi
yang lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Maranatha, Bandung, mengelola usaha
ini dengan cara yang tidak jauh berbeda dari leluhurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar